Salju tipis mulai menutupi jalur batu ketika Jainal mencapai batas utara PegununganTimur. Ia menatap jalur setapak yang melingkar ke atas, menuju dataran tinggi tempat “PosRiset03” diduga berada. Langit kelabu, sepi, dan angin gunung membawa aroma logam yang aneh—seperti baja dibakar di bawah tanah.
Ia sendirian. Anak itu ditinggalkan di biara dengan pesan: “Kalau aku tidak kembali dalam tiga hari, tinggalkan kota.”
Di tangan Jainal tergenggam kompasmagitek patah, salah satu barang dari reruntuhan gudang yang ia temukan di bab sebelumnya. Tapi kini jarumnya bergetar dan berputar tak menentu—bukan rusak, tapi terganggu oleh medansihir di sekitarnya.
> “Adasesuatudibawahtanah... sesuatubesar.”
---
Saat mencapai celah batu besar yang disebut penduduk sekitar sebagai “MulutSerigala,” Jainal menemukan tanda pertama: batu-batu ditata membentuk huruf 03, hanya bisa terlihat dari sudut tertentu. Di baliknya, gua sempit yang tertutup ilalang dan lumut.
Ia merangkak masuk. Lorong itu gelap dan bau busuk belerang menggantung di udara. Tapi setelah beberapa meter, dinding batu berubah—menjadi logam.
> “Ini bukan gua alam,” bisiknya. “Ini pintu masuk... markas.”
Dengan tangan kanan, ia menyentuh dinding dan mengaktifkan pelatdeteksisihir di dalam jubah. Rangkaian cahaya hijau menyala di retinanya. Terlihat jelas—dinding logam ini memiliki bekas pergeseran panel mekanik, seperti pintu yang hanya terbuka dengan perintah atau kata sandi tertentu.
---
Ia tidak menunggu sistem membuka sendiri. Dengan alat pemotong gelombang dari cincin jari kirinya, Jainal menonaktifkan sistem kunci sihir, lalu memaksa panel terbuka secara manual.
Ceklik.
Udara dingin menyembur keluar dari balik pintu, bersama kilatan cahaya hijau yang berkedip tak beraturan.
Ruangan pertama adalah lorong steril—lantai kaca transparan memperlihatkan jaringan pipa sihir di bawahnya. Dinding logam menghitam karena oksidasi, dan aroma seperti darah tua menempel di setiap sudut.
> “Tempatiniditinggalkantergesa-gesa... ataudibersihkandengancarapaksa.”
---
Ia menjelajahi lebih dalam. Di ruang tengah, ia menemukan podtransparan, cukup besar untuk tubuh manusia. Ada lima buah. Tiga pecah, dua lainnya masih utuh tapi kosong. Di sisi pod, tulisan kabur:
> Subjek: Δ-Lambda / Inisiatif Luapan Energi / Catatan: Stabilitas Tidak Tercapai
Jainal menatap sejenak. Lalu matanya menemukan panel laporan tertutup, dipenuhi catatan tulisan tangan dan diagram:
Denyut sihir tak stabil.
Percobaan menyebabkan “perpecahan jaringan jiwa”.
Subjek menunjukkan ledakan energi saat trauma diulang.
Beberapa anak... kehilangan kontrol.
> “Mereka menggunakan anak-anak,” gumam Jainal. “Sebagai medium uji coba untuk... penggabungan sihir dan trauma psikologis.”
Ia menggertakkan gigi. Karsel bukan hanya lokasi pengujian senjata. Ia adalah taman percobaan manusia. Dan sang anak... bisa jadi satu dari mereka.
---
Langkah kakinya membawanya ke ruang terakhir: Ruang Kontrol. Meja rusak, layar kristal retak, tapi satu panel masih menyala dengan lemah. Ia menyalakannya. Muncul satu log terakhir:
> “Penghancuran Pos03 dimulai. Subjek yang tersisa tidak dapat dikendalikan. Gunakan Protokol Serigala.”
Serigala. Pembunuh. Penutupmulut.
Itu berarti Serigala Berjubah Emas tidak hanya ditugaskan memburu orang luar. Mereka juga digunakan untuk menghancurkan bukti eksperimen.
---
Saat hendak meninggalkan tempat itu, Jainal mendengar suara samar—ketukan. Ia berbalik, menarik busur.
Tapi yang muncul adalah makhluk kecil, bukan manusia, dengan kulit pucat dan mata berkilat ungu. Tubuhnya terbungkus pakaian laboratorium anak-anak. Ia memandang Jainal... lalu tersenyum.
> “...Kamu bukan mereka,” katanya. Suaranya halus, gemetar. “Kau... bukan bayangan.”
Jainal menunduk. “Siapa namamu?”
Anak itu menggeleng. “Aku lupa. Mereka hanya panggilku... Unit5.”