Cherreads

Chapter 10 - Beban Kekuatan Baru

Peningkatan ke Tier 1 Puncak adalah pencapaian yang signifikan, namun Ren merasakan beban baru di tubuhnya, sebuah sensasi yang lebih dari sekadar kelelahan fisik. Energi yang mengalir melalui dirinya terasa lebih padat, lebih kuat, namun juga lebih sulit untuk dikendalikan. Setiap gerakan terasa sedikit lebih berat, setiap pukulan memiliki potensi untuk menghancurkan batu, namun juga membutuhkan konsentrasi yang lebih besar. Ia seperti memegang senjata yang jauh lebih kuat, namun belum sepenuhnya menguasai cara menggunakannya.

Bisikan Abyss, yang biasanya mendesaknya untuk terus maju, kini sedikit melunak, seolah memberikan peringatan. "Kekuatan. Baru. Harus. Dikuasai. Terlalu. Cepat. Tidak. Baik."

Ren memahami. Di Abyss, peningkatan kekuatan bukanlah hadiah tanpa syarat. Setiap lompatan Tier membawa perubahan pada tubuh dan esensi makhluk Abyss, dan perubahan ini membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Jika ia terus-menerus mengejar kekuatan tanpa memberikan tubuhnya kesempatan untuk membiasakan diri, ia berisiko kehilangan kendali, menjadi tidak efisien, atau bahkan lebih buruk, menjadi mangsa bagi makhluk yang lebih kuat yang telah menguasai kekuatan mereka sepenuhnya.

Ia melihat sekelilingnya. Sarangerak, dengan segala kekacauan dan kekerasannya, adalah tempat yang sempurna untuk menguji batas-batas barunya. Namun, ia tidak akan lagi berburu secara sembarangan. Ia tidak akan langsung menantang Armored Crawler lain. Ia akan menggunakan siklus waktu Abyss berikutnya untuk berlatih dan menguasai kekuatan Tier 1 Puncaknya.

Ia menemukan area terpencil di pinggiran Sarangerak, sebuah gua yang luas dengan dinding-dinding batu yang kasar dan kokoh. Di sana, ia mulai melatih tubuhnya dengan brutal. Ia memukul dinding-dinding batu dengan seluruh kekuatannya, merasakan getaran yang kuat merambat melalui cakarnya. Ia melompat dan berlari, mengasah kecepatan dan kelincahannya, mencoba mengendalikan energi baru yang mengalir dalam dirinya. Ia bahkan mencoba memfokuskan energinya, mengalirkan kekuatan ke cakarnya, mencoba menciptakan serangan yang lebih terfokus dan merusak.

Setiap latihan terasa menyakitkan. Cakarnya berdarah, otot-ototnya berteriak, dan ia seringkali kehilangan kendali, menghancurkan batu dengan kekuatan yang tidak perlu. Namun, ia terus mendorong dirinya sendiri, memaksakan tubuhnya untuk beradaptasi, untuk menyerap kekuatan baru ini.

Selama latihannya, Ren mulai memperhatikan detail-detail kecil yang sebelumnya luput dari perhatiannya. Ia menyadari bahwa auranya, pancaran energi yang unik dari tubuh Abyss-nya, telah berubah. Itu tidak lagi hanya aroma aneh yang menarik perhatian predator. Sekarang, itu adalah kehadiran yang lebih kuat, sebuah gelombang tekanan yang samar namun terasa, yang membuat makhluk-makhluk yang lebih lemah di sekitarnya merasa gelisah.

Ia juga menyadari bahwa indranya telah meningkat. Ia dapat mendengar suara-suara yang lebih jauh, mencium aroma yang lebih halus, dan melihat lebih jelas dalam kegelapan pekat. Ia bahkan mulai merasakan energi yang mengalir di sekitar Sarangerak—denyut nadi jurang itu sendiri.

"Peka," bisik Abyss, seolah mengomentari kemajuannya. "Kekuatan. Harus. Dikuasai. Luar. Dan. Dalam."

Ren menyadari bahwa kekuatan di Abyss bukan hanya tentang otot dan cakar. Ini tentang memahami lingkungan, tentang merasakan aliran energi, dan tentang mengendalikan aura sendiri. Ia mulai mempraktikkan "melihat" dengan aura, mencoba merasakan keberadaan makhluk lain di sekitarnya, seperti radar yang hidup.

Ia juga mulai bereksperimen dengan Pola Panggilan Abyss. Ia tidak lagi hanya menggunakannya untuk menyerap energi dari mangsa. Ia mencoba memfokuskan energinya sendiri ke dalam pola itu, mencoba menciptakan resonansi yang lebih kuat, mencoba "berbicara" dengan Abyss.

Hasilnya beragam. Kadang-kadang, ia hanya merasakan getaran kecil, seolah Abyss mendengarkannya namun tidak merespons. Di lain waktu, ia merasakan gelombang energi yang kuat mengalir melalui dirinya, membuatnya merasa pusing dan kewalahan. Namun, ia terus mencoba, terus berlatih, terus beradaptasi.

Suatu hari, saat ia memfokuskan energinya ke dalam pola, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan hanya getaran atau gelombang energi, melainkan sebuah jawaban. Sebuah suara, bukan bisikan yang familiar dari Abyss, melainkan suara yang lebih jauh, lebih samar, namun terasa seperti gema dari kedalaman jurang itu sendiri.

"Siapa...kau?" suara itu bertanya, bukan dengan kata-kata, melainkan dengan sensasi yang aneh, seolah-olah Abyss sedang mencoba memahami kehadirannya.

Ren terkejut. Ia tidak tahu bagaimana menjawab. Ia tidak memiliki bahasa. Ia hanya bisa menggeram dan berteriak. Namun, ia mencoba memfokuskan niatnya, mengirimkan sensasi rasa lapar dan keinginan untuk tumbuh yang sama yang mendorongnya.

Ada jeda yang panjang. Kemudian, suara itu merespons, nadanya sedikit berubah, dari kebingungan menjadi rasa ingin tahu yang dingin. "Kau...haus. Seperti...aku."

Kemudian, suara itu menghilang, meninggalkan Ren dengan rasa penasaran yang membara. Ia telah melakukan kontak dengan sesuatu yang lebih dari sekadar bisikan Abyss. Ia telah berbicara dengan...sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih dalam, lebih kuno, dan lebih kuat dari yang pernah ia bayangkan.

Ren menyadari bahwa Abyss bukan hanya lingkungan yang brutal. Itu adalah entitas yang hidup, yang lapar, dan yang tampaknya penasaran dengan kehadirannya. Dan entitas ini, apa pun itu, tampaknya tertarik dengan keinginannya untuk tumbuh.

Dengan pemahaman baru ini, Ren melanjutkan latihannya dengan semangat yang diperbarui. Ia tidak hanya mencoba menguasai kekuatannya sendiri, tetapi juga mencoba memahami Abyss itu sendiri. Ia tahu, untuk bertahan hidup dan tumbuh di jurang ini, ia harus menjadi lebih dari sekadar predator. Ia harus menjadi sesuatu yang lebih.

More Chapters