Cherreads

Chapter 4 - 4

Salah seorang anggota Tengkorak Hitam langsung mengambil pedangnya yang terletak di samping kanannya sebelum loncat turun dari perahu.

Begitu pula dengan temannya. Namun sebelum turun dari perahu, dia terlebih dahulu mengambil lanterna yang ada di dalam perahu itu untuk memeriksa keadaan teman mereka.

"Din... Din..."

Panggil salah seorang anggota Tengkorak Hitam, seraya mendorong-dorong badan temannya, "Benda apakah ini, Riss?"

Tanyanya, sambil menunjuk sebuah benda yang tertancap di kepala pria yang dipanggilnya sebagai Din.

"Benda ini."

Seketika pria yang bernama Riss kaget, "Ini... Ini senjata rahasia, Asta,"

Jawabnya, sebelum menyaksikan darah-darah segar mengalir keluar dari kepala Din.

Riss mengetahui betul bahwa senjata tersebutlah yang telah melumpuhkan beberapa anggota Tengkorak Hitam. Orang-orang dari anggota Tengkorak Hitam yang terkena senjata rahasia itu nyawanya tidak akan selamat, sebab senjata itu memiliki racun alami yang sangat berbahaya, bahkan orang-orang yang berhasil diselamatkan dari luka yang disebabkan oleh senjata tersebut memilih bunuh diri, daripada menderita seumur hidup.

Walaupun anggota Tengkorak Hitam memiliki kekebalan tubuh yang sangat mistis, yaitu kebal dari berbagai senjata tajam, namun tidak menutup kemungkinan bahwa senjata rahasia milik keluarga Asyura dapat menghabisi nyawa mereka.

"Din..."

Seluruh tubuh Riss mengeluarkan keringat dingin serta bergetar tak menentu, sebab dia sendiri tahu nasibnya yang sesaat lagi akan menemui ajal.

"Riss... Cepat! Din telah tewas,"

Ajak Asta, seraya menarik tangan Riss dan berniat kabur untuk menyelamatkan nyawa mereka.

"Kemana?"

Tanya Ris kebingungan.

"Tentunya menyelamatkan diri, bodoh!"

Namun tarikannya terasa sangat berat, seakan-akan Riss menahan sehingga dia tidak dapat melangkah.

Benar saja, ketika Asta membalikkan badannya sebuah senjata rahasia telah tertancap di leher Riss.

Melihat keduanya tak bernyawa, Asta mulai pasrah akan musibah yang menghampirinya, namun harapan untuk hidup baginya masih ada, sehingga dia menyerahkan dirinya dengan membuang pedang yang digenggam erat olehnya serta mengangkat kedua tangannya keatas untuk menyerahkan dirinya agar tidak terbunuh.

Marsekal Gatzriel dan Misyura mulai menyalakan obor mereka dan berjalan perlahan menghampiri anggota Tengkorak Hitam tersebut dari arah yang berlawanan dengan Asyura.

Asta yang masih bisa bertahan hidup berpikir bahwa orang yang telah membunuh kedua temannya dengan senjata rahasia itu adalah Marsekal Gatzriel dan Misyura, 'Aku harus berlari sekuat mungkin, agar keduanya tidak dapat mengejarku,'

Benak Asta.

Asta berniat lari dari kenyataan pahit. Namun ketika dia membalikkan badannya dan berniat lari, Asyura sudah ada dihadapannya.

"K... Kau,"

Pinta Asta terbata-bata dengan raut wajah yang sangat panik dan juga penuh keterkejutan akan kehadiran Asyura.

"Dalam keadaan seperti ini engkau ingin melarikan diri."

Asyura menyimpan kembali busurnya, sebelum menarik pedang yang tersarung rapi di punggungnya serta meletakan pedang tersebut di leher Asta, "Apa yang kalian lakukan disini?"

Tanyanya, dengan raut wajah yang sangat geram.

"He… Setelah membunuh kedua temanku, engkau ingin menggertak aku,"

Cibir Asta.

"Jawab pertanyaan aku. Kalau tidak nasibmu tidak beda jauh dari kedua temanmu,"

Desak Asyura.

"Kehidupan di dunia yang fana ini sangat pahit, ya."

"Mau membunuhku dengan pedang pusaka itu,"

Asta menutup kedua matanya, dan siap menerima ajalnya, "Lakukan saja."

"Baiklah..."

Asyura menundukkan kepalanya sesaat, sebelum menarik nafasnya dalam-dalam, "Aku akan mengabulkan permintaanmu."

"Asyura..."

"Asyura... Jangan lakukan itu."

Marsekal Gatzriel dan Misyura berniat menghentikannya, namun laju tangan dan pedang Asyura tidak dapat dikendalikan lagi.

Keduanya melebarkan mata serta berkeringat dingin menyaksikan kepala anggota Tengkorak Hitam terpisah dari tubuhnya. Semburan darah-darah segar tanpa henti keluar dari leher anggota Tengkorak Hitam tersebut.

Misyura mulai merasakan mulas yang luar biasa hingga muntah, karena menyaksikan pembantaian anggota Tengkorak Hitam yang dilakukan oleh Asyura terlalu kejam. Apalagi aroma amis darah mulai mengisi ruang sungai Kegelapan, membuatnya tak mau mendekati Asyura.

Beda halnya dengan Marsekal Gatzriel, dia perlahan mulai menghampiri Asyura yang duduk di tepi pantai sembari membersihkan darah-darah yang tertinggal di pedangnya.

"Asyura... Apakah engkau baik-baik saja?"

Marsekal Gatzriel mulai memperhatikan ketiga anggota Tengkorak Hitam yang tewas dengan sangat sadis di tangan Asyura.

Sedangkan Asyura hanya tertawa pelan, dengan ekspresi wajah menunjukan bahwa dia sangat puas, seakan-akan menikmati pembunuhan.

Asyura menyimpan kembali pedangnya dan mulai mengumpulkan ketiga jasad anggota Tengkorak Hitam tersebut.

"Apakah engkau masih waras," cetus Marsekal Gatzriel.

Asyura menghela nafas panjang, sebelum mengangkat kepala Asta dan meletakkannya di atas tumpukan mayat lainnya, "Dengan begini, aku sangat puas."

"Hentikan Asyura! Engkau sungguh membuatku jijik mendekatimu!!!"

Teriak Misyura, sembari mengelus-eluskan perutnya.

"Apa yang akan engkau lakukan terhadap ketiga mayat ini?"

Tanya Marsekal Gatzriel seraya berjalan mendekatinya dan duduk di depan ketiga mayat tersebut.

"Membakar ketiganya terlebih dahulu sebelum kita berangkat,"

Cetusnya.

"He! Kenapa harus dibakar? Walaupun mereka adalah musuh kita, setidaknya berikan mereka pemakaman yang layak."

"Tidak. Mereka patut diperlakukan demikian."

Keduanya duduk di depan kobaran api yang menghabisi ketiga anggota Tengkorak Hitam menjadi abu.

Sedangkan Misyura sendiri tidak mau mendekati mereka berdua, sebab dia tidak sanggup melihat letusan-letusan mayat yang mengisi kesunyian.

"Kenapa engkau tidak mau mengampuni perbuatan ketiga orang tersebut?"

"Marsekal, membiarkan mereka hidup sama halnya dengan menyerahkan ribuan nyawa orang-orang yang tidak bersalah dari pihak kita kepada mereka. Dan hal itu tidak akan aku biarkan."

Asyura menghela nafas panjang, dengan pandangan yang tertuju pada langit jingga, "Marsekal... Ketahuilah, setelah ini akan terjadi lebih banyak lagi pertumpahan darah."

"Apakah mungkin, kejadian lima belas tahun yang lalu akan terulang kembali pada era ini?"

"Entahlah, tapi kekacauan yang terjadi sekarang ini, rasanya lebih buruk dari sebelumnya."

Asyura kemudian menghela nafas panjang, sembari memegang bahu marsekal Gatzriel, sedangkan tatapannya teralihkan pada Misyura, yang mulai mencoba mendekati mereka berdua, "Misyura, engkau seharusnya mempersiapkan darimu dengan keadaan yang seperti ini. Ketahuilah, setelah ini akan lebih banyak lagi pertumpahan darah di wilayah utara kekaisaran."

Ketiganya pun saling bertukar cerita, menunggu kobaran api yang membakar ketiga anggota Tengkorak Hitam sampai hangus tanpa sisa, sebelum bergegas menuju ke pulau Rinjani.

*****

Hampir sehari sudah Yuan Er dan gadis-gadis lain yang terkurung tidak diberikan makanan, membuat beberapa gadis tak berdaya.

Tubuh mereka seakan-akan mati raga, karena tidak ada asupan gizi yang cukup. Dan jikalau diberi makanan, tidak ada satupun diantara gadis-gadis itu mau menikmati makanan yang disiapkan, sebab rasa lapar yang menyangga mereka telah hilang terbawa beban pikiran.

Diantara gadis-gadis tawanan, ada beberapa gadis yang terlihat sangat lemah dan ada pula yang pingsan.

"Hey! Bagaimana dengan nasib gadis-gadis itu?"

Tanya salah seorang penjaga kepada temannya, yang sedang menikmati arak.

"Aku sama sekali tidak peduli dengan mereka, lagi pula kita ditugaskan hanya untuk menjaga mereka bukan untuk menjadi babu."

Penjaga itu kemudian menatap gadis-gadis yang terkurung itu dengan penuh nafsu sambil menjilat-jilat bibir bawahnya.

"Aku hanya berharap tugas konyol ini segera selesai, sebab aku ingin menikmati hari-hariku bersama beberapa gadis itu."

"Apa! Itu tidak mungkin terjadi," cetus temannya, yang menganggap dia sudah gila akibat cara kerja alkohol.

"Dasar anjing liar,"

Yuan Er menggigit bibir bawahnya, oleh karena melihat keduanya begitu nafsu kepada mereka semua.

Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, selain berdoa untuk memohon pertolongan.

"Diam bodoh! Jangan ganggu aku lag...."

[Dorrr]

Pintu ruangan untuk mengurung gadis-gadis tawanan terbuka lebar, sehingga membuat kedua penjaga itu sangat kaget.

Namun satu diantara mereka sama sekali tidak peduli, sebelum dia mengetahui bahwa yang membuka pintu ruangan itu adalah dua orang pria yang mereka tidak kenal.

Sedangkan gadis-gadis yang berada di dalam kurungan sama sekali tidak peduli dengan kehadiran kedua pria tersebut.

"Siapa kalian?"

Tanya salah seorang penjaga, seraya menarik pedangnya untuk menghadang kedua pria tersebut.

"Kakak Zhuu, tidak ada harta berharga disini."

"Iya Zhin, namun setidaknya kita berdua dapat membebaskan gadis-gadis yang mereka tawan,"

Pinta Zhuu menarik kedua pedangnya yang tersarung rapi di pinggangnya.

Pedang yang dimilikinya memancarkan cahaya kilauan yang membuat orang-orang yang melihatnya akan merasa sangat silau, karena pacaran sinar yang ada pada pedang itu sangatlah tajam.

"Jangan gegabah kakak Zhuu, kalau tidak kita berdua akan terjebak disini."

"Tidak ada cara lain lagi. Bergeraklah dengan cepat, sebelum pasukan mereka mengetahui keberadaan kita."

Zhin langsung menarik tombak dari punggungnya untuk menyerang kedua penjaga tersebut.

Tombak yang dimilikinya sangatlah misterius, dengan ujung yang berwarna keemasan dan dapat pula memancarkan cahaya seperti pedang Zhuu, serta di bagian ujung pegangan Tombak memiliki keunikan yang sangat misterius, yang berwarna hitam mengkilap.

Ketika mengetahui pedang dan tombak tersebut merupakan pusaka yang sangat misterius, penjaga yang lainnya langsung bangkit dari duduknya.

"Mundur Zhu Zhao,"

Teriaknya seraya menarik pedang miliknya, yang tergeletak di atas meja jamuan, "Mereka berdua sangatlah berbahaya... Cepat berikan tanda kepada yang lain."

"Iya Minhao,"

Jawabnya.

Namun Zhu Hao tidak dapat berbuat bisa apa-apa, sebab jalan keluar untuk memberikan pesan kepada anggota pasukan lainnya telah terhalang oleh kedua pria yang telah siap melawan mereka berdua.

Kedua pria itu tak lain adalah Zhin dan Zhuu. Atau lebih dikenal dengan sebutan dua pengembara malam.

Sebelum Zhu Zhao mundur, Zhin bergerak cepat dengan tombaknya menyerang Zhu Zhao.

Serangan yang diberikan oleh Zhin begitu cepat, namun Zhu Zhao berhasil menghindarinya. Tetapi dia sangat kaget sebab kekuatannya tidak dapat mengimbangi Zhin, membuatnya sangat waspada dan menjadi sangat terpojok.

Melihat Zhu Zhao sangat tidak menguntungkan, Le Minhao berniat membantunya agar dapat keluar dari permasalah yang dapat menyebabkan nyawa Zhu Zhao melayang.

Namun keadaan yang ada sungguh sangat tidak menguntungkan, sebab Zhuu mengincar dirinya. Tetapi dia dan Zhuu tidak bertindak lebih jauh, selain menonton pertarungan antara Zhu Zhao dan Zhin.

Dan jikalau Minhao membantu Zhu Zhao, maka keadaan mereka berdua makin memburuk, bahkan dia dapat melukai Zhu Zhao karena pergerakan mereka sangat dibatasi oleh sempitnya ruangan yang ada di dalam gerbong tersebut.

Pertarungan antara antara Zhu Zhao dan Zhin membuat gerbong kereta kuda mulai terguncang ke kiri dan ke kanan yang menyebabkan laju lari dari Kuda-kuda penarik gerbong terhambat.

Bunyi benturan senjata dan juga teriakan dari gadis-gadis yang menyaksikan pertarungan keduanya mulai mengisi kesunyian, sehingga terdengar oleh beberapa orang pengendali kuda dari gerbong tersebut.

"Bukankah itu suara yang berasal dari dalam gerbong gadis-gadis yang kita tawan?"

Tanya seorang pengendali kuda kepada temannya.

"Berhenti dulu!"

Pengendali Kuda tersebut mencoba mendengarkan kembali apa yang terjadi di dalam gerbong, "Segeralah laporkan kepada pangeran apa yang kita dengar, sehingga kita dapat memeriksa apa yang terjadi di dalam gerbong gadis-gadis yang kita tawan."

"Baiklah, aku akan bergegas secepat mungkin menyampaikan ini,"

Seorang pengendali gerbong meloncat turun dari Kuda yang ditunggangi, "Berhenti dulu..."

Pintanya kepada temannya yang lain.

"Ada apa?"

"Apa yang terjadi? Kalau kita berhenti tanpa sepengetahuan pangeran akan berakibat fatal."

"Berhenti! Ini benar-benar sangat penting,"

Pintanya, seraya berlari mengikuti langkah kuda-kuda penarik gerbong lainnya.

"Apa yang terjadi?"

Tanya salah seorang pengendali kuda dengan raut wajah yang sangat cemberut.

"Kami mendengar adanya pertikaian di dalam gerbong gadis-gadis yang kita tawan."

"Cepat beritahukan ini kepada pangeran."

Di dalam gerbong khusus sang pangeran sedang bergurau sendiri, menikmati arak yang dibawahnya sebagai bekal di dalam perjalan.

Tiba-tiba saja dia dikagetkan dengan hadirnya seorang anggota pasukan yang tergesah-gesah memasuki gerbong yang ditempatinya.

"Ada apa?"

Raut wajah ceria sang pangeran seketika pudar, "Kenapa engkau tergesah-gesah memasuki ruangan aku tanpa izin?"

Tanyanya.

"Pangeran, kami mendengar adanya pertikaian di dalam gerbong gadis-gadis yang kita tawan,"

Keluhnya dengan tergesah-gesah.

Sang pangeran bangkit dari duduknya, raut wajahnya penuh tanya, "Apakah ada orang yang ingin membebaskan gadis-gadis itu?"

Dia terus saja memukul jidatnya," Ataukah Minhao dan Zhu Zhao berkelahi?"

"Entahlah pangeran, kami belum memeriksanya."

"Hentikan kudanya!"

Perintah pangeran, seraya membuka pintu gerbong tempatnya beristirahat dan segera turun diikuti pengawalnya.

"Pa... Pangeran ada dua orang mata-mata yang ingin membebaskan gadis-gadis yang kita tawan,"

Pinta pengawal lain dengan terbata-bata.

"Cepat! Persiapkan pasukan dan serang mata-mata itu."

"Pa... Pangeran,"

Pinta salah seorang pengawalnya dengan tergesah-gesah menghampirinya.

"Ada apa lagi?"

Tanyanya.

"Pangeran, kedua mata-mata itu sangat berbahaya,"

Pengawal itu tertunduk sesaat, sembari mengatur pernafasannya perlahan-lahan, "Selain memiliki ilmu bela diri yang tinggi, keduanya juga memiliki senjata pusaka yang sangat misterius."

"Apa yang anda maksudkan?"

Tanya sang pangeran penuh kebingungan.

"Salah satu diantara mereka memiliki pedang yang sangat misterius, pedang tersebut dapat memancarkan cahaya kilauan. Dan dia bersama Minhao berdiri menonton perkelahian antara temannya dengan Zhu Zhao."

"Pangeran, seorang lagi memiliki tombak. Dan tombak itu pula sangat misterius dengan ujungnya yang dapat memancarkan cahaya keemasan."

"Dua Pengembara Malam,"

Pangeran sangat kaget ketika mendengar cerita tentang kedua pusaka misterius tersebut, sebab kedua pusaka tersebut selalu diincar-incarnya beberapa tahun belakangan ini, "Tidak salah lagi, kedua orang tersebut adalah Zhin dan Zhuu."

"Siapakah kedua orang tersebut?"

Tanya pengawalnya.

"Diam! Tidak ada waktu untuk bercerita. Cepat! Kita hadapi keduanya bersama-sama serta merebut kembali kedua pedang pusaka tersebut,"

Pinta pangeran yang mulai bergegas menuju ke gerbong dimana tempat dikurungnya gadis-gadis yang mereka tawan.

Zhin dan Zhuu dulunya merupakan pengawal pribadi kaisar Ling Qiang, sebelum anaknya menggantikan posisi dia sebagai kaisar baru oleh karena Ling Qiang wafat akibat keracunan.

Menjadi pengawal pribadi kaisar, Zhin dan Zhuu selalu saja mengawali dia kemanapun Ling Qiang pergi.

Bahkan hal-hal yang sangat pribadi yang berkaitan dengan Ling Qiang keduanya mengetahui semua.

Pada masa kepemimpinan Ling Qiang, seluruh warga masyarakat amatlah sejahtera.

Sikap dan perbuatan yang ditanamnya telah membuat seluruh warganya luluh.

Namun semua itu berjalan tidak lama. Ling Qiang terkena racun yang sangat mematikan milik salah seorang sahabatnya.

Pada akhir-akhir masa kepemimpinannya, dia tidak segan-segan membunuh orang-orang yang tidak bersalah yang dianggap warga sebagai pembantaian.

Melihat tindakan Ling Qiang yang sangat tidak manusiawi, Zhin dan Zhuu yang selalu menemaninya kemanapun kaisar pergi untuk membantai orang-orang tidak terima dengan perbuatannya tersebut.

Zhin dan Zhuu ingin menghentikan langkah yang diambil oleh Ling Qiang.

Namun mereka tidak sanggup menghadapinya, karena selain memiliki senjata pusaka yang sangat misterius serta tiada tandingnya, kaisar juga sangat ahli dalam bela diri. Sehingga Zhin dan Zhuu mulai menyusun rencana dan juga menunggu waktu yang tepat untuk menghentikan kaisar Ling Qiang.

More Chapters