Rasa lapar yang brutal terus menggerogoti Ren. Bangkai Bellowbeast, meskipun besar, hanya memberikan sedikit energi, nyaris tidak cukup untuk meredakan gejolak di perut iblisnya. Setiap sel tubuhnya masih berteriak minta makan, dan setiap gerakan terasa menguras cadangan kekuatan yang nyaris tidak ada. Dia bahkan belum bisa menghancurkan batu setinggi kepalanya sendiri. Ini adalah kelemahan yang memuakkan, rasa tak berdaya yang jauh lebih menakutkan daripada kematian di Bumi.
Aroma busuk, campuran darah kental dan belerang yang kini menjadi udara baginya, terasa semakin kuat. Matanya yang adaptif menangkap bayangan yang bergerak di antara celah-celah jurang. Bukan lagi Gnasher yang lemah, melainkan makhluk yang lebih besar, lebih gesit. Sebuah sensasi dingin merayap di punggungnya, bukan karena udara, melainkan karena naluri predator yang mengunci dirinya.
"Mereka menciummu," sebuah bisikan dalam, bergetar di inti kesadarannya. Itu adalah suara yang sama seperti saat ia ditarik masuk, suara yang terasa seperti gema dari setiap dinding jurang, dari setiap butir ketiadaan. Itu adalah Abyss. "Aura baru. Belum stabil. Menarik perhatian."
Ren menyadari. Tubuhnya yang baru, meskipun lemah, memiliki aura Abyss yang unik—sebuah sisa dari proses reinkarnasi dan metamorfosisnya yang melibatkan jurang itu sendiri. Aura ini mungkin memancarkan energi yang berbeda, mencolok bagi makhluk Abyss lain yang berevolusi secara organik di dalam Chasm. Ia adalah mangsa baru, aroma anomali di tengah kegelapan yang seragam.
Bayangan-bayangan itu semakin dekat, menampakkan diri sebagai tiga Stalker Fiend—makhluk Abyss Tier 1 Kuat, seperti serigala bertaring baja dengan kulit batu, jauh lebih besar dan cepat dari Gnasher. Aura destruktif mereka, meskipun masih di Tier 1, terasa menekan, mengisyaratkan kekuatan yang lebih besar dari yang pernah ia hadapi. Mereka adalah pemburu yang licik, terbiasa mengejar mangsa yang lebih cepat.
Stalker Fiend pertama menerjang, bergerak terlalu cepat bagi Ren yang masih terhuyung-huyung dan belum terbiasa dengan berat serta kelenturan tubuh barunya. Ren mengelak secara naluriah, merasakan angin dingin dari cakar makhluk itu nyaris merobeknya. Ia membalas dengan tinju, namun kali ini, serangannya hanya menggeser Stalker Fiend itu sedikit, tidak menghancurkannya seperti Gnasher sebelumnya. Makhluk itu membalas dengan seringai, cakarnya menggores bahu Ren, merobek daging barunya. Rasa sakit itu tajam, sebuah pengingat brutal akan kerapuhannya. Darah keunguan menetes ke bebatuan.
Ren jatuh ke tanah, berlumuran darah kental yang aneh. Ia merasakan kegelapan yang mengancam menelannya. Insting bertahannya menjerit. Ini adalah pertempuran untuk bertahan hidup yang sesungguhnya. Bukan hanya melawan monster, tapi melawan kelemahan internalnya sendiri, dan keterbatasannya di lingkungan baru ini.
"Tidak efisien," bisik Abyss lagi, nadanya datar namun sarat makna. "Kau membuang sebagian besar. Seperti menyalakan api dengan bara yang tercerai-berai. Energi, jiwa, potensi... mereka harus disalurkan. Diberikan. Bukan hanya dilahap secara brutal. Ritual. Itu adalah jalan. Jalan yang telah kutetapkan. Jalan yang membuatku tumbuh."
Sebuah citra, lebih dari sekadar bisikan, mengisi benak Ren—sebuah pola. Bukan sekadar ukiran abstrak, melainkan diagram rumit yang memancarkan energi, sebuah matriks yang terdiri dari garis-garis yang berpotongan dan lingkaran konsentris. Itu adalah Pola Panggilan Abyss, sebuah arsitektur energi yang terasa begitu kuno, namun entah mengapa, Ren merasa ia bisa memahaminya, bahkan jika hanya secara naluriah. Pola itu seperti sebuah cetak biru untuk menarik dan menyalurkan kekuatan, menjanjikan efisiensi yang jauh melebihi tindakan primitif melahap mangsa.
Namun, pemahaman itu datang di tengah krisis. Stalker Fiend kedua dan ketiga kini juga menerjang. Ren tidak punya pilihan selain bertarung, meski ia tahu ia tidak bisa menangkap dan melahap mereka semua. Ia harus bergerak, ia harus beradaptasi. Menggunakan sisa kekuatannya, Ren berguling dan menendang, menghantam perut Stalker Fiend terdekat. Makhluk itu tersentak mundur sejenak, memberinya celah untuk melarikan diri.
Ini bukan kemenangan, melainkan pelarian. Ren memanfaatkan setiap bayangan, setiap celah di antara bebatuan untuk beringsut, meninggalkan Stalker Fiend yang menggeram di belakangnya. Ia berhasil lolos, meski dengan luka baru dan rasa malu yang mendalam. Ia masih terlalu lemah.
Layer Lima Ratusan adalah gurun pasir yang brutal, tempat setiap bayangan bisa menyembunyikan predator. Ia perlu bersembunyi, mengamati, dan belajar. Ritual adalah jawabannya, tapi ia harus bertahan cukup lama untuk menguasainya. Perburuan yang dialaminya ini adalah pelajaran pertama Abyss tentang kejamnya dunia ini. Ren menyadari, ia bukan predator di sini. Setidaknya, belum. Ia adalah mangsa, anomali dengan aura mencolok yang menarik perhatian semua yang lapar.