Perut Ren kembali bergemuruh, bukan lagi sekadar lapar, melainkan sebuah dorongan untuk tumbuh, sebuah tuntutan dari esensi barunya. Gnasher-Gnasher kecil tidak lagi memadai. Bahkan setelah berpuluh-puluh ritual yang melelahkan, Ren hanya merasakan peningkatannya yang nyaris tak terdeteksi. Ia masih berada di Tier 1 Rendah, dengan batas Poin Pengalaman (XP) yang terasa seperti jurang tak berujung untuk mencapai Tier 1 Tengah. Bisikan Abyss kini lebih seperti desakan tanpa henti: "Lebih. Besar. Butuh. Lebih."
Sasaran barunya adalah Stalker Fiend—makhluk Tier 1 Kuat, yang jauh lebih cepat, lebih ganas, dan lebih licik dari Gnasher. Merekalah yang telah melukainya di awal, pengingat akan kerapuhannya. Ren tidak akan lagi menjadi mangsa. Ia akan menjadi predator.
Ren menghabiskan beberapa siklus waktu Abyss untuk mengamati Stalker Fiend. Ia melihat mereka berburu dalam kelompok kecil, menyergap mangsa yang lebih besar seperti Armored Crawler muda, atau mengejar Chasm Dwellers yang ceroboh. Mereka adalah pemburu yang efektif, mengandalkan kecepatan, koordinasi, dan taring tajam mereka. Menghadapi satu Stalker Fiend saja adalah risiko besar. Menangkapnya tanpa merusak bangkai, agar bisa melakukan ritual efisien, jauh lebih sulit.
Ia mulai melatih tubuhnya dengan lebih intens. Menggunakan dinding jurang yang terjal sebagai medan latihan, ia melompat, memanjat, dan berlari, mengasah kelincahan dan kecepatan barunya. Cakarnya yang tumpul mulai sedikit mengikis batu, menajam secara perlahan. Kulitnya terasa sedikit lebih keras, mampu menahan goresan yang lebih ringan. Ini bukan peningkatan Tier, melainkan adaptasi murni, memaksa tubuhnya beradaptasi dengan hukum kejam di Abyss. Setiap tetes keringat (atau cairan Abyss) adalah perjuangan.
Kesempatan itu datang ketika Ren melihat seekor Stalker Fiend yang berpatroli sendirian, agak menjauh dari kawanannya, tertarik pada aroma bangkai busuk yang tersangkut di celah bebatuan. Makhluk itu tampak lengah, fokus pada santapan yang mudah.
Ren bergerak. Ia melesat dari bayangan, menggunakan kegelapan sebagai selimut. Kecepatannya masih belum secepat Stalker Fiend, tapi Ren telah belajar tentang momentum dan kejutan. Ia menerjang dari atas, mendaratkan pukulan cakar yang diarahkan ke leher Stalker Fiend—bukan untuk membunuh, melainkan untuk melumpuhkan.
Pukulan itu mendarat dengan keras. Stalker Fiend itu meraung, terkejut, namun tidak tumbang. Kulitnya yang keras dan ototnya yang padat membuat serangan Ren hanya menghasilkan luka goresan yang dalam. Makhluk itu berbalik dengan kecepatan mengejutkan, rahangnya terbuka lebar, siap untuk mencabik.
Pertarungan pun pecah. Ren mengelak dari gigitan mematikan, merasakan napas busuk Stalker Fiend di wajahnya. Ia membalas dengan tendangan kuat ke kakinya, mencoba mematahkan keseimbangan. Stalker Fiend itu adalah pejuang yang tangguh, membalas setiap serangan dengan cakar dan taringnya. Ren merasakan goresan di sisi tubuhnya, nyeri yang menusuk saat salah satu cakar Stalker Fiend mengenai rusuknya. Kali ini, ia lebih siap. Ia tidak panik, melainkan fokus pada pertahanan dan mencari celah.
"Kelemahan," bisik Abyss, suaranya kini terasa lebih mendesak. "Celah. Cari. Hancurkan."
Ren mulai melihatnya. Pola gerakan Stalker Fiend, titik-titik di mana ototnya menegang, di mana tulang belakangnya sedikit terbuka saat ia berputar. Ini bukan hanya pertarungan fisik; ini adalah pertarungan pemahaman. Ren menghabiskan setiap detik menghindari serangan, mempelajari ritme lawannya.
Setelah apa yang terasa seperti waktu yang sangat lama, menguras seluruh tenaganya, Ren menemukan celahnya. Saat Stalker Fiend menerjang, lehernya sedikit terbuka. Ren bergerak dengan seluruh kecepatan yang ia miliki, menancapkan cakarnya dalam-dalam ke celah itu, mengoyak jaringan vital. Stalker Fiend itu bergetar, menjerit singkat, lalu ambruk. Tubuhnya berkedut sesaat sebelum akhirnya diam.
Ren terengah-engah, tubuhnya sakit, berlumuran cairan hitam Stalker Fiend yang lengket. Luka di rusuknya berdenyut. Ini adalah kemenangan yang mahal. Dia tidak bisa melumpuhkannya dengan satu pukulan. Dia harus bertarung habis-habisan.
Tapi ini adalah kemenangan nyata pertama Ren melawan makhluk Tier 1 Kuat. Perasaan puas membanjiri dirinya, tidak hanya dari kemenangan itu sendiri, melainkan dari penguasaan. Dia telah belajar. Dia telah beradaptasi.
"Ambil," bisik Abyss, suaranya lebih jernih dan lebih dalam. "Beri aku makan. Tumbuh."
Ren menyeret bangkai Stalker Fiend yang masih hangat dengan susah payah ke formasi batu alam yang ia gunakan sebagai titik ritual. Ini adalah mangsa terbesar yang pernah ia dapatkan. Proses penorehan Pola Panggilan Abyss, meskipun tidak secara fisik, terasa lebih energik, seolah pola itu sendiri haus akan energi yang lebih besar ini.
Saat bangkai Stalker Fiend diletakkan di tengah formasi, cahaya ungu gelap redup mulai berdenyut dari ukiran itu, lebih terang dari ritual Gnasher. Energi yang mengalir ke dalam tubuh Ren terasa seperti arus yang stabil, sebuah infus yang jauh lebih signifikan.
Ren merasakan peningkatan. Bukan lompatan dramatis, tapi peningkatan yang jelas. Gerakannya terasa sedikit lebih ringan, cakarnya sedikit lebih tajam, dan kulitnya terasa lebih resisten. Ia bisa merasakan dirinya kini mampu menghasilkan kekuatan yang lebih besar dalam setiap pukulan. Ia telah mencapai Tier 1 Tengah.
Namun, Abyss segera membisikkan realitas keras. "Masih jauh. Jauh. Jalan itu panjang."
Ren mengerti. Stalker Fiend memberinya lompatan, tetapi ia membutuhkan banyak Stalker Fiend lagi, atau bahkan monster yang lebih kuat, untuk mencapai Tier 1 Puncak. XP yang dibutuhkan berlipat ganda, memaksa Ren untuk menghadapi tantangan yang semakin besar. Pertarungan ini, meskipun sukses, adalah pengingat bahwa setiap kemajuan di Abyss akan dibayar mahal. Ia harus bersiap untuk pertempuran yang lebih sulit, luka yang lebih parah, dan risiko yang lebih besar.